google-site-verification=pB7nJ-8VPD0_MU4TKKyNnhUXXIueNs_7eRq4jEOYWZA Puisi Rivai Apin | BOW Merah Hati

Puisi Rivai Apin

Rivai Apin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rivai Apin (lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 30 Agustus 1927 - wafat di Jakarta pada April 1995) adalah sastrawan Indonesia angkatan '45. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia menulis karya sastra "Tiga Menguak Takdir".

Kehidupan

Rivai pernah menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat, Zenith, dan Zaman Baru. Rivai merupakan salah seorang pimpinan pusat Lekra (1959-1965). Setelah peristiwa G30S ia ikut ditahan dan baru dibebaskan pada akhir tahun 1979.

Karya

  • Gema Tanah Air (1948)
  • Tiga Menguak Takdir (1950)
  • Dari Dua Dunia yang Belum Sudah (1972)

Referensi

  • Buku Leksikon Susastra Indonesia; Rampan, Korrie Layun; Balai Pustaka
  • ELEGI

    Apa yang bisa kami rasakan, tapi tak usah kami ucapkan
    Apa yang bisa kami pikirkan, tapi tak usah kami katakan
    Janganlah kau bersedih – dan mari kami lanjutkan
    Kami bawa ini kebenaran ke bintangnya dan ke buminya.

    Kami pun tahu, karena ada satu kata dari kau yang kami simpan
    Satu pandang dari tanah retak menggersang, lalu sedu menyesak dada,
    Ah, kenangan padamu kan terus memburu,
    - menakutkan seperti bayang di pondok seloyongan bila,
    bila pelita telah dipasang.
    Tapi penuh kasih seperti Bapak yang mengulurkan tangan
    Dan kau kembalii, seperti di hari-hari dulu
    Ketika kau dan ini bumi mendegupkan hidup.

    Kami tak kann lupakan kau, ketika memburu dan ketika lari
    - karena apa yang kami buru dan apa yang kami lari
    untuk itu mau serahkan nyawamu
    Pun tahu, seperti kau pun tahu, bahwa tak ada
    Dewa atau Tuhan lain yang berharga untuk dihidupi selain itu
    Berhembus pun topan di padang tandus ini
    Tapi tapak kami yang tertanam di padang gersang,
    Di mana kau dalam terkubur
    Melanjutkan nyala, dan kami yang tegak berdiri di sini ialah api.
    Kita tahankan hidup  di ini malam, yang akan melahirkan siang.

    Kita adalah anak-anak dari satu Bapak
    Kita adalah anak-anak dari satu Ibu
    Dan mati bagi kita hanyalah soal waktu
    Tapi kita semua mempertahankan satu Tuhan.

    Adik yang akan datang, Kakak yang telah pergi
    Kita angkutlah ini tanah-tanah yang retak,
    Ini tanah-tanah yang gersang.
    Keberatan beban, kesakitan bahu memikul,
    dan kepahitan hati akan kekalahan
    Akan menyaratkan cinta pada kepercayaan
    Yang kita peluk.

    Siasat, 9 Januari 1949.  
diposkan oleh http://puisimerahhati.blogspot.com/

0 komentar:

Post a Comment

 
© 2009 BOW Merah Hati | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan