Oleh: Ki Slamet Gundono
SEBUAH siluet keperakan membelah birunya
langit Ayodya. Gerakannya melesat cepat, kalau nggak cepat bisa lewat... Di
ujung gerakan, tampak bahwa siluet itu adalah Anoman, si Wanara Seta alias kera
putih. Keringat bermunculan dan mengaliri tubuhnya. Sambil mengembuskan napas
panjang, dia seka keringat yang derodosan di bathuk-nya.
Saat detak jantunya sedikit tenang, Anoman
merogoh kantong celananya. Brrr, catatan keuangan tiap bulan. Itu yang selalu
keringatnya gemrobyos dan jantungnya melompat-lompat nggak karuan.
Di ruang pribadinya, ruang kepala sipir
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kendalisada, Anoman segera larut dalam tumpukan
laporan keuangan. Tat-tit-tut-tat-tit-tut, kalkulator itu menunjukkan besarnya
biaya untuk menangkap kembali Rahwana yang sudah berkali-kali menjebol
pertahanan penjara. Padahal, LP itu dibuat khusus untuk mantan Presiden Alengka
yang dilengserkan lewat SI MPR (Serangan Istimewa Monyet Prajurit Ramawijaya)
tersebut. Pengamanan penjara pun dibuat sangat istimewa, maximum security-lah
gampange.
Angka di kalkulator kian bertambah setelah
Anoman menambahkan biaya bulanan listrik dan telepon. ''Waduh, tobat, tobat!
Nombok lagi, nombok lagi. Cape
decch,'' kata Anoman sambil
memonyongkan bibir dan menepuk dahi. Genit banget.
Mau tak mau, dia pun kudu laporan ke
Presiden Ramawijaya, atasannya, yang sekarang berkuasa di Ayodya. Akhirnya, di
depan sang Presiden, Anoman men-jlentreh-kan laporan keuangan penjara yang
menjadi tanggung jawabnya.
''Mbok dijadikan tahanan kota atau dibebaskan saja,'' kata Semar.
Setelah menimbang-nimbang, Ramawijaya memutuskan untuk membebaskan Rahwana
tanpa syarat. Itu karena neraca keuangan Ayodya defisit dalam sejarah dunia
pewayangan.
Didampingi Semar, Anoman menemui Rahwana
yang sedang melamun dengan tatapan mata kosong. ''Rahwana, karena perbuatan
baikmu akhir-akhir ini, plus ada grasi, hari ini kau dibebaskan tanpa syarat,''
kata Anoman tegas.
Tapi, Rahwana cuek bebek, eh, cuek raksasa,
ding.. .. Dia tetap mematung tanpa menggubris omongan Anoman. Akhirnya, Anoman
pun harus mengulangi omongannya, lebih tegas dan keras.
''Gah, weegaaah! Aku gak mau bebas. Aku
malu melihat kondisi di luar sana,''
jawab Rahwana dingin. Semar dan Anoman saling pandang. Semar mendesak Rahwana
untuk mengungkapkan maksud sebenarnya. Tapi, Rahwana cuma menggeleng. Cari
sendiri, katanya.
***
Anoman lantas bergegas masuk ke ruang
kerja. Jarinya mengurutkan beberapa rekaman kasus kejahatan yang berhasil
terdokumentasi. Dua kaset dia bawa ke ruang tahanan Rahwana.
Kaset pertama, berisi file kejahatan
perang, dimasukkan ke player. Setelah mendesis pelan, player itu pun mulai
memunculkan gambar-gambar. Tampak Kresna berjalan tegang sambil mondar-mandir
menunggu seseorang. Pikirannya bekerja keras untuk mendorong Parikesit menjadi
Presiden Ngastina.
Beberapa menit kemudian yang ditunggu
datang, Wisanggeni. Kresna pun minta Wisanggeni mencari asal-usulnya.
Wisanggeni diiming-imingi hadiah dan santunan asuransi jika maju ke medan Bharata Yuda.
Wisanggani pun menyanggupi permintaan Presiden Dwarawati yang sangat serius
itu.
Dia pun langsung sanggup dan berangkat
mencari asal-usulnya. Sampai akhirnya, Wisanggeni bersua dengan Dewa Api. Sang
dewa berkata, unsur api begitu kuat membentuk Wisanggeni. Sehingga, kalau
Wisanggeni turun ke Bharata Yuda, dia pasti menang tanpa tanding. Tapi,
Wisanggeni lalu menolak. Dia memilih moksa dengan memasukkan dirinya ke dalam
api yang mulad-mulad.
***
''Itukah yang bikin kamu malu, Rahwana,''
kata Semar. ''Dudu. Bukan itu! Ada
yang lebih ngeri,'' kata raksasa yang pernah punya sepuluh kepala tersebut.
Akhirnya, Anoman pencet tombol next pada
remote control. Yang tampak pada layar adalah dokumentasi kasus penimbunan.
Film itu menunjukkan ribuan petani yang long march dari bundaran Ngamarta ke
gedung Menteri Pertanian. Demo para tani itu dikomandoi Petruk, Gareng, dan
Bagong.
Pada masa itu, sebagai petani, kehidupan
yang mereka hadapi memang kian ketat mencekik. Meski apa-apa naik, tapi, mereka
minta suplai pupuk bersubsidi tetap transparan. ''Ini kapitalisme! Pupuk
bersubsidi ditimbun! Yang diedarkan nonsubsidi. Jangan mokal dooong,'' seru
Petruk. Teriakan nyerocos di bawah hidung superpanjang itu disambut gempita
ribuan petani. Mereka minta bertemu dengan Menteri Pertanian Burisrawa.
**
Tapi, skandal Menteri Burisrawa itu
ternyata tak terlampau menggetarkan hati Rahwana. ''Gimana sih lu-lu pade?
Masak kagak tau kalo ada kejahatan nyang lebih nyebelin, lebih bikin keki,
lebih menyakiti hati masyarakat,'' saking marahnya, logat Rahwana pun campur
baur tak karuan.
Semar dan Anoman hanya beradu pandang tanpa
bisa berkata-kata. Mereka bertanya-tanya, adakah kejahatan yang begitu dahsyat?
Sedemikian dahsyat sehingga Rahwana pun ''minder''? Begitu hebatnya kejahatan
itu sehingga Rahwana, raksasa mahajahat bermuka sepuluh yang nggak bisa mati
tersebut memilih tetap tinggal merenung di dalam penjara?
Rahwana lantas beranjak dari duduknya. Dia
berbisik, rakyat sudah sedemikian marah, mereka tertipu tingkah polah anggota
dewan.
Rahwana lalu nyaut remote control TV. Dia
pencet nomor satu, ngepasi acara Breaking News. Mulut si pembawa acara
meluncurkan sebaris kata-kata, ada lagi anggota dewan yang kena kasus suap
alias korupsi. Kali ini lewat tender pengadaan perahu-perahu penyeberangan.
''Malu.. . Malu aku. Aku memang penjahat,
kami memang sama-sama penjahat. Tapi, sekarang, ach..,'' Rahwana tak sanggup
meneruskan. Beberapa bulir air mata meleleh mengikuti lekuk tulang pipinya. (*)
0 komentar:
Post a Comment