google-site-verification=pB7nJ-8VPD0_MU4TKKyNnhUXXIueNs_7eRq4jEOYWZA Puisi Amir Hamzah | BOW Merah Hati

Puisi Amir Hamzah

Daftar karya Amir Hamzah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Daftar pustaka Amir Hamzah
A portrait of a man looking forward
Amir Hamzah, foto tak bertanggal
Terbitan
Buku 1
Artikel 12
Cerita 4
Koleksi 3
Puisi 50
Prosa lirik 18
Puisi terjemahan 44
Prosa lirik terjemahan 1
Buku terjemahan 1
Penulis Indonesia Amir Hamzah (1911–1946) telah menulis 50 puisi, 18 prosa lirik, 12 artikel, 4 cerita pendek, 3 koleksi puisi, dan 1 buku. Ia juga telah menerjemahkan 44 puisi, 1 prosa lirik, dan 1 buku. Meioritas puisi asli buatan Hamzah disertakan dalam antologinya, Njanji Soenji (1937) dan Boeah Rindoe (1941), keduanya pertama kali diterbitkan di Poedjangga Baroe. Puisi-puisi terjemahannya diantologikan di Setanggi Timoer (1939). Pada tahun 1962, pembuat dokumenter HB Jassin menyatukan semua karya Hamzah yang tersisa – termasuk Sastera Melajoe Lama dan Radja-Radja'nja – menjadi buku Amir Hamzah: Radja Penjair Pudjangga Baru.[1]
Lahir dari keluarga bangsawan Melayu di Langkat, Hamzah merampungkan pendidikannya di sekolah pemerintah kolonial Belanda di beberapa kota di Sumatera dan Jawa.[2] Pada tahun 1928, ia bersekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setingkat SMP) di ibu kota kolonial Batavia (sekarang Jakarta); ia menulis puisi-puisi pertamanya waktu itu.[3] Karya pertamanya yang berjudul "Maboek..." dan "Soenji" terbit di majalah Timboel edisi Maret 1932. Pada akhir tahun itu, ia telah menerbitkan cerita pendek dan prosa lirik di Timboel dan Pandji Poestaka.[4]
Salah satu karyanya, prosa lirik berjudul "Poedjangga Baroe", bertujuan mempromosikan majalah dengan nama serupa yang didirikan Hamzah bersama Armijn Pane dan Sutan Takdir Alisjahbana.[5] Majalah yang pertama dirilis bulan Juli 1933 ini menerbitkan banyak tulisan Hamzah. Ia menulis sebagian besar karyanya sebelum tahun 1935, meski kebanyakan baru diterbitkan menjelang tahun tersebut. Setelah dipaksa pulang ke Langkat dan menikah tahun 1937, Hamzah menjadi perwakilan pemerintah nasional setelah proklamasi kemederkaan Indonesia tahun 1945. Tahun berikutnya, ia ditangkap, ditahan, dan dieksekusi saat revolusi pimpinan Partai Komunis.[2] Tulisan terakhirnya, potongan puisinya tahun 1941, "Boeah Rindoe", ditemukan di dalam selnya.[6]
Beberapa puisi pertamanya mengikuti aturan pantun tradisional, termasuk struktur empat baris dan kuplet berimanya.[7] Karya-karya terakhirnya beralih dari struktur tradisional, tetapi Jassin menganggap Hamzah mempertahankan gaya penulisan Melayu yang tidak ada duanya.[8] Tema karyanya bervariasi: Boeah Rindoe, antologi pertama yang ditulis secara kronologis, dipenuhi rasa rindu dan kehilangan, sementara karya di Njanji Soenji lebih bersifat religius.[9] Hamzah mendapat pengakuan luas atas puisi-puisinya. Jassin menjulukinya "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe",[10] sedangkan ahli sastra Indonesia asal Belanda A. Teeuw mendeskripsikan Hamzah sebagai satu-satunya penyair Indonesia berkelas dunia dari masa Revolusi Nasional Indonesia.[11]
Daftar berikut terbagi menjadi tiga tabel berdasarkan jenis karya di dalamnya. Tabel-tabel ini awalnya disusun berdasarkan urutan abjad judulnya, namun bisa diurutkan berdasarkan elemen lain. Judul-judulnya memakai ejaan asli disertai ejaan yang disempurnakan di bawahnya. Untuk karya tanpa judul, kata-kata pertamanya ditulis dalam kurung. Tahun yang dicantumkan adalah tahun pertama terbit; cetakan ulang tidak dihitung. Selain yang diberi catatan, entri-entri daftar ini didasarkan pada kompilasi puisi buatan Jassin (1962).



Artikel

Artikel karya Amir Hamzah
Judul Bulan terbit pertama Publikasi Catatan
"Abdullah" Agustus 1933 Poedjangga Baroe Esai tentang Abdullah bin Abdul Kadir
"Inleiding Tot de Studie van den Heiligen Qoer-an"
"Pengenalan Studi Al-Quranul Karim"
Desember 1934 Poedjangga Baroe Tinjauan buku
"De Islamietische Vrouw en Haar Recht"
"Muslimah dan Hak-Haknya"
April 1935 Poedjangga Baroe Tinjauan buku
"Kesoesasteraan Indonesia Baroe"
"Kesusastraan Indonesia Baru"
Januari 1941 Poedjangga Baroe Esai tentang sastra Indonesia
"Modern Maleisch Zakelijk Proza"
"Prosa Bisnis Melayu Modern"
November 1934 Poedjangga Baroe Tinjauan buku
"Pantoen"
"Pantun"
Maret 1935 Poedjangga Baroe Studi syair tradisional dari pantun
"Pembitjaraan Kesoesasteraan Adjam"
"Pembicaaan Kesusastraan Ajam"
Oktober 1934 Poedjangga Baroe Esai tentang sastra Persia
"Pembitjaraan Kesoesasteraan Arab"
"Pembicaraan Kesusastraan Arab"
September 1934 Poedjangga Baroe Esai tentang sastra Arab
"Pembitjaraan Kesoesasteraan India"
"Pembicaraan Kesusastraan India"
Juni 1934 Poedjangga Baroe Esai tentang sastra India
"Pembitjaraan Kesoesasteraan Indonesia"
"Pembicaraan Kesusastraan Indonesia"
Desember 1934 Poedjangga Baroe Esai tentang sastra Indonesia, dua bagian
"Pembitjaraan Kesoesasteraan Tionghoa"
"Pembicaraan Kesusastraan Tionghoa"
Agustus 1934 Poedjangga Baroe Esai tentang sastra Cina
"Rindoe Dendam"
"Rindu Dendam"
Maret 1935 Poedjangga Baroe Tinjauan buku

Buku

Buku karya Amir Hamzah
Judul Tahun terbit Publikasi Catatan
Sastera Melajoe Lama dan Radja-Radja'nja
Sastra Melayu Lama dan Raja-Rajanya
1942 Tjerdas Diadaptasi dari pidato radio

Buku terjemahan

Buku terjemahan oleh Amir Hamzah
Judul Tahun terbit Publikasi Catatan
Bhagawad-Gita 1933–35 Poedjangga Baroe Terjemahan Bhagavad Gita dalam tujuh belas bagian, berdasarkan terjemahan bahasa Belanda oleh J.W. Boissevain

Koleksi puisi

Koleksi puisi Amir Hamzah
Judul Tahun terbit Publikasi Catatan
Boeah Rindoe
Buah Rindu
Juni 1941 Poedjangga Baroe Kelak diterbitkan dalam bentuk buku
Njanji Soenji
Nyanyi Sunyi
November 1937 Poedjangga Baroe Kelak diterbitkan dalam bentuk buku
Setanggi Timoer
Setanggi Timur
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Kelak diterbitkan dalam bentuk buku

Puisi asli

A magazine cover
Sebagian besar karya Hamzah diterbitkan di Poedjangga Baroe.
Kunci
Tidak diterbitkan Karya tidak diterbitkan
Puisi asli karya Amir Hamzah
Judul Bulan pertama terbit Publikasi
"Astana Rela"
"Istana Rela"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Barangkali" November 1937 Poedjangga Baroe
"Batoe Belah"
"Batu Belah"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Berdiri Akoe"
"Berdiri Aku"
Oktober 1933 Poedjangga Baroe
"Berlagoe Hatikoe"
"Berlagu Hatiku"
Maret 1934 Poedjangga Baroe
"Boeah Rindoe"
"Buah Rindu", dalam empat bagian
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Bonda"
"Ibunda"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Dagang" April 1932 Timboel
"Dalam Matamoe"
"Dalam Matamu"
Februari 1933 Pandji Poestaka
"Didalam Kelam"
"Di Dalam Kelam"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Digapoera Swarga"
"Di Gapura Surga"
Juli 1935 Poedjangga Baroe
("Djaoeh Soenggoeh Terpelak Haloean")dagger
("Jauh Sungguh Terpelak Haluan"), ditulis 1945
N/A N/A
"Doa Pojangkoe"
"Doa Moyangku"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Elok Toendok" Desember 1936 Poedjangga Baroe
"Hang Toeah"
"Hang Tuah"
April 1932 Timboel
"Hanja Satoe"
"Only One"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Hari Menoeai"
"Harvest Day"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Haroem Ramboetmoe"
"Harum Rambutmu"
November 1932 Timboel
"Iboekoe Dahoeloe"
"Ibuku Dahulu"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Insjaf"
"Insaf"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Kamadewi" Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Karena Kasihmoe"
"Karena Kasihmu"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Kenang-Kenangan"
"KEnang-Kenangan"
November 1932 Timboel
"Koebangkitkan Badan"
"Kubangkitkan Badan"
September 1935 Timboel
("Koelihat Tanah Terhampar")dagger
("Kulihat Tanah Terhampar"), ditulis 1945
N/A N/A
"Koesangka"
"Kusangka"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Maboek..."
"Mabuk..."
Maret 1932 Timboel
"Malam" September 1933 Poedjangga Baroe
"Mendjelma Poela"
"Menjelma Pula"
November 1936 Poedjangga Baroe
"Naik-Naik" April 1935 Poedjangga Baroe
"Pada Sendja"
"Pada Senja"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Padamoe Djoea"
"Padamu Jua"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Permainanmoe"
"Permainanmu"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Poernama Raja"
"Purnama Raya"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Ragoe"
"Ragu"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
("Remoekkan Rindoe")
("Remukkan Rindu")
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Sebab Dikaoe"
"Sebab Dikau"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Selaloe Sedih"
"Selalu Sedih"
Januari 1937 Poedjangga Baroe
"Semoga"
"Semoga", dipakai di kata pengantar
1942 Sastera Melajoe Lama dan Radja-Radja'nja
"Senjoem Hatikoe, Senjoem"
"Senyum Hatiku, Senyum"
June 1941 Poedjangga Baroe
"Soeboeh"
"Subuh"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Soenji"
"Sunyi"
Maret 1932 Timboel
("Soenji Itoe Doeka")
("Sunyi Itu Duka")
November 1937 Poedjangga Baroe
"Teloek Djajakatera"
"Teluk Jakarta"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Tetapi Akoe"
"Tetapi Aku"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Tinggallah"
"Tinggallah"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Tjempaka..."
"Cempaka..."
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Tjempaka Moelia"
"Cempaka Mulia"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Toehankoe Apatah Kekal?"
"Tuhanku Apatah Kekal?"
Juni 1941 Poedjangga Baroe
"Toeroen Kembali"
"Turun Kembali"
November 1937 Poedjangga Baroe

Puisi terjemahan

A portrait of a man looking forward
Hamzah menerjemahkan sebuah puisi karya Du Fu.
A scroll showing a woman standing beside a well
Hamzah menerjemahkan sebuah puisi karya by Fukuda Chiyo-ni.
A profile picture of a statue
Hamzah menerjemahkan 33 kuatrain karya Omar Khayyám.
A profile picture of a man with a long beard
Hamzah menerjemahkan dua puisi karya Rabindranath Tagore.
A woodcarving showing a man in a blue kimono looking up
Hamzah menerjemahkan sebuah puisi karya Yamabe no Akahito.
Puisi terjemahan oleh Amir Hamzah
Judul Tahun terbit Penerbit Catatan
("Adam Dibentoek Toehan dengan Emboen Tjinta")
("Adam Dibentuk Tuhan dengan Embun Cinta")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Sadreddin
("Adoeh Kalaoe Kita Bertemoe")
("Aduh, Kalau Kita Bertemu")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Adoe Kekasihkoe, Semoga Dapat Akoe Berboeni dalam Sadjakkoe")
("Aduh Kekasihku, Semoga Dapat Aku Berbunyi dalam Sajakku")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Turki
("Alangkah Tjemboeroe")
("Alangkah Cemburu")
October 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Kobayashi Issa
("Banjaknja Membanding Awan")
("Banyaknya Membanding Awan")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Matsuo Basho
("Bertjerai Dengan Dikaoe, Kekasihkoe")
("Bercerai Dengan Dikau, Kekasihku")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Boeroeng Djinak Disangkarnja, Boeroeng Liar Dirimba Raja")
("Burung Jinak di Sangkarnya, Burung Liar di Rimba Raya")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Rabindranath Tagore
("Dara Remadja")
("Dara Remaja")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Khwaja Ghulam Farid
("Dengan Apa Koeperbandingkan Hidoep Kita dalam Doenia")
("Dengan Apa Kuperbandingkan Hidup Kita dalam Dunia")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Dengan Soelingkoe Terboeat dari Batoe Djid")
("Dengan Sulingku Terbuat dari Batu Jade")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Cina
("Diam Keloear Njanji Poedjangga")
("Diam Keluar Nyanyi Pujangga")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Tukaram
("Dibawah Tedoeh Tjemara, Toemboeh Diatas Karang")
("Di Bawah Teduh Cemara, Tumbuh di Atas Karang")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Digenta-Kelenteng Raja")
("Di Genta Kelenteng Raya")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Yosa Buson
("Djika Menjanji Tjendrawasih")
("Jika Menyanyi Cenderawasih")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Djika Senda Bersandar di Dada Dinda")
("Jika Senda Bersandar di Dada Dinda")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Li Hongzhang
("Farid, Djika Manoesia Memoekoel Sendja")
("Farid, Jika Manusia Memukul Senja")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Khwaja Ghulam Farid
("Gelombang Melanggar Karang") Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Minamoto no Shigeyuki
("Hatikoe, Hatikoe, Soekma Segala Soekma")
("Hatiku, Hatiku, Sukma Segala Sukma")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Kabir
("Ingin Koetahoe Dipandang Mana")
("Ingin Kutahu Dipandang Mana")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Fukuda Chiyo-ni
("Inilah, Toehankoe, Oentoekmoe Poedjian-Raja")
("Inilah, Tuhanku, UntukMu Pujian Raya")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Kemalpascha Saidi Ahmad
("Kalaoe Engkaoe Boekit")
("Kalau Engkau Bukit")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Rav Das
("Kalaoe Sebenarnja Hidoep Hanja Mimpi")
("Kalau Sebenarnya Hidup Hanya Mimpi")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Li Bai
("Kekasihkoe Seperti Roempoet")
("Kekasihku Seperti Rumput")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Ono no Yoshiki
("Kilaoe-Kemilaoe, Lemah Menggeletar, Melajang Pepatoeng Diatas Tasik")
("Kilau-Kemilau, Lemah Menggeletar, Melayang Pepatung di Atas Tasik")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Cina
("Koemangoekan Selaloe Boeah-Hatikoe")
("Kumangukan Selalu Buah Hatiku")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Hamdi
("Mata Terlajang... Tersentak Djaga...")
("Mata Terlayang... Tersentak Jaga")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Moga Diberi Allah")
("Semoga Diberi Allah")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan 33 kuatrain karya Omar Khayyám
("Pada Kala Akoe Mengambil Air")
("Pada Kala Aku Mengambil Air")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Meera
("Paja Toea Beradoe Tjendera")
("Payau Tua Beradu Cendera")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Matsuo Basho
("Perahoekoe Diatas Air Berhanjut Lambat")
("Perahuku di Atas Air Berhanyut Lambat")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Du Fu
("Perlahan Boelan Berdjalan, Dilangit Biroe-Toea")
("Perlahan Bulan Berjalan, di Langit Biru Tua")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Wang Seng Yu
("Permainja Ramboet Dara")
("Permainya Rambut Dara")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Tan Taigi
"Sadjak Seboeah"
"Sajak Sebuah"
Mei 1934 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Mesir
("Seroepa Roempoet Moeda")
("Serupa Rumput Muda")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Tangan Berpegangan Tangan dan Mata Bertukar Pandang") Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Rabindranath Tagore
("Terangnja Boelan")
("Terangnya Bulan")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Kosen
("Tiadakah Akoe Mendjadi Wali")
("Tiadakah Aku Menjadi Wali")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Seyfi
("Timboel Boelan Keenam")
("Timbul Bulan Keenam")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Yamabe no Akahito
("Tjeritakan, Oendankoe, Kabaranmoe Kawi")
("Ceritakan, Undanku, Kabarmu")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Kabir
("Wah Lajang, Doekong Akoe")
("Wah Layang, Dukung Aku")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Tama
("Wah! Doea Bamboe Moeda-Oesia")
("Wah! Dua Bambu Muda Usia")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi Jepang
("Wah! Semoga Gelombang Berpoetjak Poetih")
("Wah! Semoga Gelombang Berpuncak Putih")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Prince Aki
("'Wah' Kesahnja, 'Kaoe Dengar Ajam-Djantan'")
("'Wah' Kesahnya, 'Kau Dengar Ayam Jantan'")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Sji King
("Walaoepoen Koedajakan Giat")
("Walaupun Kudayakan Giat")
Oktober 1939 Poedjangga Baroe Terjemahan puisi karya Taira no Kanemori

Prosa lirik asli

Prosa lirik asli karya Amir Hamzah
Judul Bulan pertama terbit Publikasi
"Berselisih" May 1934 Poedjangga Baroe
"Bertemoe"
"Bertemu"
March 1934 Poedjangga Baroe
"Boeroengkoe"
"Burungku"
January 1937 Poedjangga Baroe
"Doa" November 1937 Poedjangga Baroe
"Hanjoet Akoe"
"Hanyut Aku"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Kekasihkoe"
"Kekasihku"
January 1937 Poedjangga Baroe
"Kekasihkoe..."
"Kekasihku..."
October 1935 Poedjangga Baroe
"Koernia"
"Kurnia"
November 1937 Poedjangga Baroe
("Leka Kanda Merenoeng Koesoema")
("Leka Kanda Merenung Kusuma")
December 1932 Pandji Poestaka
"Memoedji Dikaoe"
"Memuji Dikau"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Mengawan" November 1937 Poedjangga Baroe
"Moedakoe"
"Mudaku"
April 1934 Poedjangga Baroe
"Moedakoe (II)"
"Mudaku (II)"
January 1936 Poedjangga Baroe
"Njoman" December 1935 Poedjangga Baroe
"Pandji Dihadapankoe"
"Panji di Hadapanku"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Poedjangga Baroe"
"Pujangga Baru"
December 1932 Pandji Poestaka
"Taman Doenia"
"Taman Dunia"
November 1937 Poedjangga Baroe
"Terboeka Boenga"
"Terbuka Bunga"
November 1937 Poedjangga Baroe

Prosa lirik terjemahan

Prosa lirik terjemahan Amir Hamzah
Judul Bulan pertama terbit Publikasi Catatan
"Sjiroel-Asjar"
"Syirul Asyar"
Juli 1933 Poedjangga Baroe Terjemahan beberapa ayat Quran tentang Sulaiman

Cerita

Cerita karya Amir Hamzah
Judul Bulan pertama terbit Publikasi
"Atik..." November 1932 Pandji Poestaka
"Gambang" Desember 1932 Pandji Poestaka
"Radja Ketjil"
"Raja Kecil"
September 1934 Poedjangga Baroe
"Soeltan Ala'oeddin Rajat Sjah"
"Sultan Alauddin Riayat Syah"
Oktober 1933 Poedjangga Baroe

Catatan kaki

  1. ^ Jassin 1962, hlm. 41.
  2. ^ Language Center, Amir Hamzah.
  3. ^ Jassin 1962, hlm. 8–9.
  4. ^ Jassin 1962, hlm. 211–219.
  5. ^ Foulcher 1991, hlm. 14–17.
  6. ^ Jassin 1962, hlm. 214.
  7. ^ Teeuw 1980, hlm. 130.
  8. ^ Jassin 1962, hlm. 15.
  9. ^ Balfas 1976, hlm. 62–64.
  10. ^ Jassin 1962, cover.
  11. ^ Teeuw 1980, hlm. 123.

Rujukan

  • "Amir Hamzah" (dalam bahasa Indonesian). National Language Centre. Diarsipkan dari aslinya tanggal 26 Desember 2011. Diakses 26 Desember 2011.
  • Balfas, Muhammad (1976). "Modern Indonesian Literature in Brief". In L. F., Brakel. Handbuch der Orientalistik [Handbook of Orientalistics] 1. Leiden, Netherlands: E. J. Brill. ISBN 978-90-04-04331-2. Diakses 13 Agustus 2011.
  • Foulcher, Keith (1991). Pujangga Baru: Kesusasteraan dan Nasionalisme di Indonesia 1933–1942 [Pujangga Baru: High Literature and Nationalism in Indonesia 1933-142] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Girimukti Pasaka. OCLC 36682391.
  • Jassin, H.B. (1962). Amir Hamzah: Radja Penjair Pudjangga Baru [Amir Hamzah: King of the Pudjangga Baru Poets] (dalam bahasa Indonesian). Gunung Agung. OCLC 7138547.
  • Teeuw, A. (1980). Sastra Baru Indonesia [New Indonesian Literature] (dalam bahasa Indonesian) 1. Ende: Nusa Indah. OCLC 222168801.
  •  
  • Kumpulan Puisi Tengku Amir Hamzah


                                                             Puisi-Puisi  Amir Hamzah

    PADAMU JUA
    Habis kikis
    Segala cintaku hilang terbang
    Pulang kembali aku pada-Mu
    Seperti dahulu

    Kaulah kandil kemerlap
    Pelita jendela di malam gelap
    Melambai pulang perlahan
    Sabar, setia selalu

    Satu kekasihku
    Aku manusia
    Rindu rasa
    Rindu rupa

    Dimana engkau
    Rupa tiada
    Suara sayup
    Hanya merangkai hati

    Engkau cemburu
    Engkau ganas
    Mangsa aku dalam cakarmu
    Bertukar dengan lepas

    Nanar aku gila sasar
    Sayang berulang padamu jua
    Engkau pelik menarik ingin
    Serupa dara dibalik tirai
    Kasihmu sunyi
    Menunggu seorang diri
    Lalu waktu - bukan giliranku
    Mati hati - bukan kawanku……….


    Subuh
    Kalau subuh kedengaran tabuh
    Semua sepi sunyi sekali
    Bulan seorang tertawa terang
    Bintang mutiara bermain cahaya
    Terjaga aku tersentak duduk
    Terdengar irama panggilan jaya
    Naik Gembira meremang roma
    Terlihat panji terkibar dimuka
    Seketika teralpa
    Masuk bisik hembusan setan
    Meredakan darah debur gemuruh
    Menjatuhkan kelopak mata terbuka
    Terbaring badanku tiada berkuasa
    Tertutup mataku berat semata
    Terbuka layar gelanggang angan
    Terulik hatiku didalam kelam
    Tetapi hatiku, hatiku kecil
    Tiada terlayang di awang dendang
    Menangis ia [...]

    Insyaf
    Segala kupinta tiada kauberi
    Segala kutanya tiada kau sahuti
    Butalah aku terdiri sendiri
    Penuntun tiada memimpin jari
    Maju mundur tiada berdaya
    Sempit bumi dunia raya
    Runtuh ripuk astana cuaca
    Kureka gembira di lapangan dada
    Buta tuli bisu kelu
    Tertahan aku dimuka dewala
    Tertegun aku di jalan buntu
    Tertebas putus sutera sempana
    Besar benar salah arahku
    Hampir tertahan tumpah berkahmu
    Hampir tertutup pintu restu
    Gapura rahsia jalan bertemu
    Insyaf diriku dera durhaka
    Gugur [...]

    Ibuku Dehulu
    Ibuku dehulu marah padaku
    Diam ia tiada berkata
    Akupun lalu merajuk pilu
    Tiada perduli apa terjadi
    Matanya terus mengawas daku
    Walaupun bibirnya tiada bergerak
    Mukanya masam menahan sedan
    Hatinya pedih karena lakuku
    Terus aku berkesal hati
    Menurutkan setan mengacau balau
    Jurang celaka terpandang dimuka
    Kusongsong juga-biar cedera
    Bangkit ibu dipegangnya aku
    Dirangkumnya segera dikucupnya serta
    Dahiku berapi pancaran neraka
    Sejak sentosa turun ke kalbu
    Demikian engkau:
    Ibu, bapa, kekasih [...]

    Barangkali
    Engkau yang lena dalam hatiku
    Akasa swarga nipis-tipis
    Yang besar terangkum dunia
    kecil terlindung alis

    Kujunjung di atas hulu
    Kupuji di pucuk lidah
    Kupangku di lengan lagu
    Kudaduhkan di selendang dendang

    Bangkit Gunung
    Buka mata-mutira-mu
    Sentuh kecapi lirdusi
    Dengan jarimu menirus halus

    Biar siuman dewi-nyanyi
    Gambuh asmara lurus lampai
    Lemah ramping melidah api
    Halus harum mengasap keramat

    Mari menari dara asmara
    Biar terdengar swara swarna
    Barangkali mati di pantai hati
    Gelombang kenang membanting diri


    Hanya Satu
    Timbul niat dalam kalbumu
    Terban hujan, ungkai badai
    Terendam karam
    Runtuh ripuk  tamanmu rampak

    Manusia kecil lintang pukang
    Lari terbang jatuh duduk
    Air naik tetap terus
    Tumbang bungkar pokok purba

    Teriak riuh redam terbelam
     
    Dalam gegap gempita guruh
    Kilau kilat membelah gelap
    Lidah api menjulang tinggi

    Terapung naik jung bertudung
    Tempat berteduh nuh kekasihmu
    Bebas lepas lelang  lapang
    Di tengah gelisah, swara sentosa

    ***

    Bersemayam sempana di jemala gembala
     
    Duriat  jelita bapakku Ibrahim
    Keturunan intan dua cahaya
    Pancaran putera berlainan bunda .

    Kini kami bertikai pangkai
    Di antara dua, mana mutiara
    Jauhari ahli lalai menilai
    Lengah langsung melewat abad.

    Aduh kekasihku
    Padaku semua tiada berguna
    Merasa dikau dekat rapat
    Serupa Musi di puncak Tursina


    Permainanmu
    Kaukeraskan kalbunya
    Bagai batu membesi benar
    Timbul telangkaimu bertongkat urat
     
    Ditunjang pengacara petah pasih

    Dihadapanmu lawanmu
    Tongkatnya melingkar merupa ular
     
    Tangannya putih, putih penyakit
     
    Kekayaanmu nyata,terlihat terang

    Kekasihmu ditindasnya terns
     
    Tangan,tapi tersembunyi
     
    Mengunci bagi paten
    Kalbu ratu rat rapat

    Kaupukul raja-dewa
    Sembilan cambuk melecut dada
     
    Putera-mula peganti diri
    Pergi kembaii ke asal asli

    Bertanya aku kekasihku
    Permainan engkau permainkan
    Kautulis kaupaparkan
     
    Kausampaikan dengan lisan

    Bagaimana aku menimbang
     
    Kaulipu lipatkan
    Kaukelam kabutkan
    Kalbu ratu dalam genggammu
     

    Kauhamparkan badan
    Ditubir bibir pantai permai
    Raja ramses penaka durjana
    Jadi tanda di hari muka

    Bagaimana aku menimbang
    Kekasihku astana sayang
    Ratu restu telaga sempurna
    Kekasihku mengunci hati
    Bagi tali disimpul mati.


    Turun Kembali
    Kalau aku dalam engkau
    Dan engkau dalam aku
    Adakah begini jadinya
    Aku hamba engkau penghulu?

    Aku dan engkau berlainan
    Engkau raja, maha raya
    Cahaya halus tinggi mengawang
    Pohon rindang menaung dunia

    Di bawah teduh engkau kembangkan
    Aku berhenti memati hari
    Pada bayang engkau mainkan
    Aku melipur meriang hati

    Diterangi cahaya engkau sinarkan
    Aku menaiki tangga mengawan
    Kecapi firdusi melena telinga
    Menyentuh gambuh dalam hatiku

    Terlihat ke bawah.
    Kandil kemerlap
    Melambai cempaka ramai tertawa
    Hati duniawi melambung tinggi
    Berpaling aku turun kembali.


    Karena Kasihmu
    Karena kasihmu
    Engkau tentukan waktu
    Sehari lima kali kita bertemu

    Aku anginkan rupamu
    Kulebihi sekali
    Sebelum cuaca menali sutera

    Berulang-ulang kuintai-intai
    Terus-menerus kurasa-rasakan
    Sampai sekarang tiada tercapai
    Hasrat sukma idaman badan

    Pujiku dikau laguan kawi
    Datang turun dari datuku
    Diujung lidah engkau letakkan
    Piatu teruna ditengah gembala
     

    Sunyi sepi pitunang poyang
    Tadak meretak dendang dambaku
    Layang lagu tiada melangsing
    Haram gemerencing genta rebana

    Hatiku, hatiku
    Hatiku sayang tiada bahagia
    Hatiku kecil berduka raya
    Hilang ia yang dilihatnya.


    Sebab Dikau
    Kasihkan hidup sebab dikau
    Segala kuntum mengoyak kepak
    Membunga cinta dalam hatiku
    Mewangi sari dalam jantungku

    Hidup seperti mimpi
    Laku lakon di layar terkelar
    Aku pemimpi lagi penari
    Sedar siuman bertukar-tukar

    Maka merupa di datar layar
    Wayang warna menayang rasa
    Kalbu rindu turut mengikut
    Dua sukma esa-mesra

    Aku boneka engkau boneka
    Penghibur dalang mengatur tembang
    Di layar kembang bertukar pandang
    Hanya selagu, sepanjang dendang

    Golek gemilang ditukarnya pula
    Aku engkau di kotak terletak
    Aku boneka engkau boneka
    Penyelang dalang mengarak sajak.


    Doa
    Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
    Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
    setelah menghalaukan panas payah terik
    Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
    rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
    Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
    Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
    Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu

    Hanyut Aku
    Hanyut aku, kekasihku!
    Hanyut aku
    Ulurkan tanganmu, tolong aku.
    Sunyinya sekelilingku!
    Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
    tiada air menolak ngelak
    Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku sebabkan diammu.
    Langit menyerkap, air berrepas tangan, aku tenggelam. Tenggelam dalam malam.
    air diatas mendidih keras.
    Bumi didawah menolak keatas.
    Mati aku, kekasihku, mati aku!


    Taman Dunia
    Kau masukkan aku ke dalam taman-dunia, kekasihku
    Kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa; kuntum tersenyum.
    Kautundukkan haluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
    Kaugemelaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
    Tercengang aku, takjub, terdiam.
    Berbisik engkau:
    Taman swarga, taman swarga mutiara rupa”.
    Engkaupun lenyap.
    Termangu aku gilakan rupa


    Terbuka Bunga
    Terbuka bunga dalam hati!
    Kembang rindang disentuh bibir-kesturi-mu.
     
    Melayah-layah mengintip restu senyumanmu
    Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah bunga lampau, kekasihku.
    Bunga sunting-hati-ku, dalam masa mengembara menanda dakau.
    Kekasihku! inikah bunga sejati yang tiadakan layu

    Mengawan
    Rengang aku dari padaku, mengikut kawalku mengawan naik
    Mewajah ke bawah, tertentang aku, lemah lunak, kotor, terhantar, paduan benda empat perkara.
    Datang pikiran membentang kenang, membunga cahaya cuaca lampau, menjadi terang mengilau kaca.
    Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka, berkasih pedih, bagi merpati bersambut mulut.
    Tersenyum sukma, kasihan serta.
    Benda mencintai benda………………….
    Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.
    Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai cecah tersentuh, di kursi kesturi


    Panji di Hadapanku
    Kau kibarkan panji di hadapanku.
    Hijau jernih diampu tongkat mutu-mutiara.
    Di kananku berjalan, mengiring perlahan, ridlamu rata, dua sebaya, putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.
    Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu, mendengar-dengar suara sayang, panggilan-panjang, jauh-teratuh, melayang-layang.
    Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta, memohon-motion, moga terbuka selimut kabut, pembungkus halus nokta utama.
    Jika nokta terduka-raya
    Jika kabut tersingkap semua
    Cahaya ridla mengilau ke dalam
    Nur rindu memancar keluar


    Memuji Dikau
    Kalau aku memuji dikau, dengan mulut tertutup, mata terkatup,
    Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam kalam asmara raya.
    Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
    Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
    Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
    bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku……………………
    Dan,
    Iapun melayang pulang,
    Semata cahaya,
    Lidah api dilingkung kaca,
    Menuju restu, sempana sentosa.


    Kurnia
    Kaukurnia aku,
    Kelereng kaca cerah cuaca,
    Hikmat raya tersembunyi dalamnya,
    Jua bahaya dikandung kurnia,
    Jampi kauberi, menundukkan kepala naga angkara.
    Kelereng kaca kilauan kasih, menunjukkan daku itu lisan tanganmu.
    Memaksa sukmaku bersorak raya, melapangkan dada¬ku menanti sentosa.
    Sebab kelereng guli riwarni, kuketahui langit tinggi
     
    berdiri, tanah rendah membukit datar.
    Kutilik diriku, dua sifat mesra satu:
    Melangit tinggi, membumi keji

    Doa Poyangku
    Poyangku rata meminta sama
    Semoga sekali aku diberi
    Memetik kecapi, kecapi firdusi
    Menampar rebana, rebana swarga

    Poyangku rata semua semata
    Penabuh bunyian turun-temurun
    Leka mereka karena suara
    Suara sunyi suling keramat

    Kini rebana di celah jariku
    Tari tamparku membangkit rindu
    Kucoba serentak genta genderang
    Memuji kekasihku di mercu lagu

    Aduh, kasih hatiku sayang
    Alahai hatiku tiada bahagia
    Jari menari doa semata
    Tapi hatiku bercabang dua

    Turun Kembali
    Kalau aku dalam engkau
    Dan engkau dalam aku
    Adakah begini jadinya
    Aku hamba engkau penghulu?

    Aku dan engkau berlainan
    Engkau raja, maha raya
    Cahaya halus tinggi mengawang
    Pohon rindang menaung dunia

    Di bawah teduh engkau kembangkan
     
    Aku berhenti memati hari
    Pada bayang engkau mainkan
    Aku melipur meriang hati

    Diterangi cahaya engkau sinarkan
    Aku menaiki tangga mengawan
    Kecapi firdusi melena telinga
     
    Menyentuh gambuh dalam hatiku.

    Terlihat ke bawah,
    Kandil kemerlap
    Melambai cempaka ramai tertawa
     
    Hati duniawi melambung tinggi
     
    Berpaling aku turun kembali


    Batu Belah (kabaran)
    Dalam rimba rumah sebelah
    Teratak bambu terlampau tua
    Angin menyusup di lubang tepas
    Bergulung naik di sudut sunyi

    Kayu tua membetul tinggi
    Membukak puncak jauh diatas
    Bagai perarakan melintas negeri
    Payung menaung jamala raja

    Ibu papa beranak seorang
    Manja bena terada-ada
    Lagu lagak tiada disangkak
    Mana tempat ibu meminta.

    Telur kemahang minta carikan
    Untuk lauk di nasi sejuk

    Tiada sayang;
     
    Dalam rimba telur kemahang
    Mana daya ibu mencari
    Mana tempat ibu meminta

    Anak lasak mengisak panjang
    Menyabak merunta mengguling diri
    Kasihan ibu berhancur hati
    Lemah jiwa karena cinta

    Dengar…………….dengar!
    Dari jauh suara sayup
    Mengalun sampai memecah sepi
     
    Menyata rupa mengasing kata

    Rang………rang…………rangkup
    Rang………rang…………rangkup
    Batu belah batu bertangkup
     
    Ngeri berbunyi berganda kali

    Diam ibu berpikir panjang
     
    Lupa anak menangis hampir
     
    Kalau begini susahnya hidup
     
    Biar ditelan batu bertangkup

    Kembali pula suara bergelora
     
    Bagai ombak datang menampar
     
    Macam sorak semarai rampai
     
    Karena ada hati berbimbang

    Menyabut ibu sambil tersedu
     
    Meragu langsing suara susah:

    Batu belah batu dertangkup
     
    Batu tepian tempat mandi
    Insya Allah tiadaku takut
     
    Sudan demikian kuperbuat janji

    Bangkit bonda bedalan pelan
     
    Tangis anak bertambah kuat
    Rasa risau dermaharajalela
     
    Mengangkat kaki melangkah cepat
     

    Jauh ibu lenyap di mata
    Timbul takut di hati kecil
    Gelombang bimbang mengharu pikir
    Berkata jiwa menanya bonda

    Lekas pantas memburu ibu
    Sambil tersedu rindu berseru
    Dari sisi suara sampai
    Suara raya batu bertangkup.

    Lompat ibu ke mulut batu
    Besar terbuka menunggu mangsa
    Tutup terkatup mulut ternganga
    Berderak-derik tulang-belulang

    Terbuka pula,merah basah
    Mulut maut menunggu mangsa
    Lapar lebar tercingah pangah
    Meraung riang mengecap sedap………….

    Tiba dara kecil sendu
    Menangis pedih mencari ibu
    Terlihat cerah darak merah
    Mengerti hati bonda tiada

    Melompat dara kecil sendu
    Menurut hati menaruh rindu……….

    Batu belah, batu bertangkup
    Batu tepian tempat mandi
    Insya Allah tiadaku takut
    Sudan demikian kuperbuat janji.


    Di dalam Kelam
    Kembali lagi marak-sumarak
    Jilat melonjak api penyuci
    Datam hatiku tumbuh jahanam
    Terbuka neraka di lapangan swarga
     

    Api melambai merengkung lurus
     
    Merunta ria melidah belah
    Menghangus debu mengitam belam
     
    Buah tenaga bunga suwarga

    Hati firdusi segera sentosa
    Murtad merentak melaut topan
     
    Naik kabut mengarang awan
     
    Menghalang cuaca nokta utama

    Berjalan aku di dalam kelam
     
    Terus lurus moal berhenti
    jantung dilebur dalam jahanam
    Kerongkong hangus kering peteri

    Meminta aku kekasihku sayang:
     
    Turunkan hujan embun rahmatmu
     
    Biar padam api membelam
    Semoga pulih pokok percayaku


    Ibuku Dahulu
    Ibuku Dahulu

    Ibuku dahulu marah padaku
    Diam ia tiada berkata
    Akupun lalu merajuk pilu
    Tiada perduli apa terjadi

    Matanya terus mengawas daku
    Walaupun bibirnya tiada bergera
    Mukanya masam menahan sedan

    Berdiri aku
    Berdiri aku di senja senyap
    camar melayang menepis buih
    melayah bakau mengurai puncak
    berjulang dating ubur terkembang

    Angin pulang menyejuk bumi
    menepuk teluk menghempas emas
    lari ke gunung memuncak sunyi
    berayun-alun di atas alas

    Amir Hamzah

  • diposkan oleh http://puisimerahhati.blogspot.com/

0 komentar:

Post a Comment

 
© 2009 BOW Merah Hati | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan